Alat musik tradisional Lampung “Cetik” kini mulai digemari masyarakat
Lampung. Alat musik yang terbuat dari bambu itu kini tidak saja
dipelajari di sekolah-sekolah formal di Lampung, menjadi kurikulum di
Sekolah Tinggi Agama Hindu, melainkan juga sudah berkembang kepada
pemakaian sebagai alat musik pengiring ibadah di pura.
Syafril Yamin, Seniman Cetik Lampung, Kamis (4/2/2010) mengatakan, alat
musik cetik atau dalam bahasa Lampung dikenal sebagai gamolan pekhing,
merupakan alat musik tradisi Lampung yang sangat lambat perkembangannya.
Sebelum 1990, cetik hanya dikenal sebagai alat musik yang dimainkan
saat upacara adat atau upacara penyambutan tamu.
Selain itu, alat musik cetik juga belum memiliki peraturan baku dalam
memainkan nada-nadanya. Sehingga generasi muda Lampung enggan belajar
memainkan cetik.
Hal itu menyebabkan pemain cetik terbatas pada seniman-seniman cetik
saja. Pemain-pemain tersebut juga hanya ada di sanggar-sanggar kesenian
Lampung saja.
Dewasa ini, pemakaian cetik sudah berkembang, tidak saja untuk adat atau
penyambutan tamu melainkan sudah berkembang menjadi alat pengiring
tarian ataupun pengiring ibadah di pura. Faktor pendukungnya adalah kini
notasi atau aturan nada memainkan cetik sudah dituliskan sehingga
memudahkan pemain pemula belajar.
Syafril mengatakan, selain itu, upaya-upaya Dewan Kesenian Lampung yang
terus menerus melakukan pelatihan permainan cetik bagi pelajar dan
mahasiswa di Lampung turut mendukung perkembangan pelestarian alat musik
cetik. “Sekarang ini perkembangannya mengembirakan. Meski baru sebatas
bisa memainkan, namun gairah memainkan cetik itu ada dimana-mana,” ujar
Syafril.
Safril menyontohkan, cetik yang semula dipakai dalam acara tradisi,
mengiringi kedatangan tamu, hingga mengiringi warga dewasa menuturkan
sastra lisan, kini cetik sudah masuk dalam ranah musik kontemporer.
Cetik sudah diikutsertakan dalam musik dengan band. Sumber: kompas.com